Diterjemahkan oleh Hanifah Nafisah (Alumni PP Muwahidun-Pati 2014 || Mahasiswi Prodi Syariah LIPIA)
Pernahkah kita berpikir dan merenung untuk mentadabburi keagungan Allah subhanallahu wata’ala?
Kali ini saya akan mengajak para pembaca untuk mentadabburi keagungan Allah bersama. Karena dengan mentadabburi keagunganNya, iman yang telah tertanam pada diri kita akan semakin tumbuh dan bertambah, dan iman inilah yang menjadikan kita semangat untuk berlomba-lomba dalam beribadah kepada Sang Kholiq.
Sekarang mulailah kita membayangkan sejenak keindahan langit dengan bintang yang selalu bertaburan disetiap malamnya. Kemudian kita sedang memandang cakrawala dengan luas yang tiada batasnya. Pada saat itu, kita merasa bahwa sang cakrawala sedang tersenyum kepada kita dengan senyumannya yang paling indah. Pada saat itulah ketenangan masuk ke dalam jiwa kita dan secara perlahan berubah menjadi nada-nada indah yang mengeluarkan kalimat: “ أنت أنت الله”.
Pernahakah kita membayangkan ketika kita melihat indahnya bunga yang sedang bermekaran. Atau ketika sedang menemui sepasang mata yang di dalamnya tersirat akan kebaikan dan senyuman yang sangat hangat, dan itu terjadi dipagi hari yang dihiasi dengan kicauan burung. Seketika itu kita akan merasakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan solah-olah hati kita sedang disinari oleh cahaya. Dan pada saat itulah hati kita mulai berkata: “ أنت أنت الله”.
Dan sekarang coba kita bayangkan bahwa kita sedang menaiki sebuah kapal yang letaknya benar-benar jauh dari daratan dan keramaian, kemudian langit mulai menampakkan wajah masamnya disertai suara gemuruh yang hebat dan kilatan cahaya yang sangat cepat, dan ombak pun mulai mempermainkan arus kapal yang sedang kita tumpangi. Pada saat itulah kita baru menyadari bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kita di dalam kondisi tersebut melainkan Allah. Kita hanya bisa menyerahkan rasa pasrah dan tawakal kepada Sang Pencipta, seraya hati (seorang mukmin) berkata: “ أنت أنت الله”.
Kemudian bayangkan lah bahwa kita sedang tertimpa suatu penyakit yang sangat serius, bahkan semua dokter serta segala jenis obat tak mampu untuk menyembuhkannya. Sedangkan keluarga kita bergadang dengan rasa cemas untuk mendampingi dan menemani kita dalam keadaan yang sangat pasrah. Yang hanya bisa mereka lakukan adalah menggantungkan setiap harapan dalam setiap doa kepada Sang Kholiq. Pada saat itulah kita hanya bisa merasakan rasa takut yang luar biasa seolah-olah kita sedang menunggu waktu untuk menghadap pada Sang Maha Kuasa, jiwa kita hanya bisa pasrah, tangan kita hanya bisa gemetar. Dan keluarga serta kerabat kita hanya bisa mengakatakan: “ أنت أنت الله”.
MasyaAllah betapa banyak keadaan dan kejadian yang telah mengisyaratkan kepada kita akan keagunganNya, rahmatNya, qodho dan qodarNya.Namun, bagaimana mungkin kita bisa melupakan semua itu dengan mudah.
Kita hanya seorang hamba yang lemah, penuh dengan kekurangan, seharusnya kita malu terhadap setiap kelalaian yang pernah kita perbuat atas segala perintah yang menjadi tanggungjawab kita.
Semoga dengan cara ini Allah menumbuhkan tawakal dan rasa syukur serta keistiqomahan dalam beribadah pada diri kita. Allahumma aamiin..
*Dinukil dari kitab "Khowathir Nafs" karya Dr. Manshur Fahmy
Diterjemahkan oleh Hanifah Nafisah (Alumni PP Muwahidun-Pati 2014 || Mahasiswi Prodi Syariah LIPIA) dari muqorror Muthola'ah prodi Takmiliy LIPIA dengan beberapa tambahan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar