Oleh : Kabid Dakwah Konsulat Muwahidun LIPIA
Salah satu prestasi besar yang dicapai kholifah Umar bin
Khottob -rodhiyallaahu ‘Anhu- pada masa pemerintahannya yang sampai
sekarang masih eksis digunakan umat islam dalam kehidupan sehari-hari adalah
kalender hijriyah. Kalender hijriyah merupakan penanggalan yang menjadi acuan
dalam hukum-hukum islam, seperti haji, puasa, haul zakat, ‘iddah talak dan lain
sebagainya, dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan.
Akan tetapi
sungguh sangat disayangkan, banyak umat islam sekarang ini yang tidak paham
pentingnya menggunakan kalender hijriyah, bahkan tidak sedikit di antara mereka
yang tidak hafal urutan bulan-bulan hijriyah. Lebih parah lagi ketika mereka
ditanya tanggal suatu hari sesuai kalender hijriyah, yang didapatkan si penanya
hanyalah gelengan kepala, padahal sebenarnya umat islam itu sangat butuh
terhadap kalender hijriyah karena ia memiliki keterkaitan dengan ibadah umat
islam dan sebagai acuan dalam hukum-hukum islam. Selain itu, kalender hijriyah
merupakan identitas umat islam yang membuat mereka tampil beda dengan umat-umat
yang lain.
Sungguh, jika umat islam mau menengok sejarah, maka akan
didapati bahwa para pendahulu mereka selalu berusaha untuk melakukan inovasi-inovasi
demi kemaslahatan umat islam, salah satunya adalah dengan membuat kalender
hijriyah untuk memudahkan umat islam dalam bermuamalah.
A.
Penanggalan Sebelum Ada Kalender Hijriyah
Sebelum kalender Hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab
pada zaman silam, sebelum dan sesudah islam datang, telah menggunakan kalender
qamariyah. Mereka menetapkan nama bulan sebagaimana yang kita kenal, bahkan
mereka juga menetapkan adanya 4 bulan suci, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab. Ini dapat dibuktikan dengan sabda Rasulullah -shallallaahu
‘alaihi wa sallam- dalam Shohih Bukhori no. 3197, bab penjelasan tentang
tujuh bumi,
الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ
يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو
الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
"Zaman (masa)
terus berjalan dari sejak awal penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua
belas bulan diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan,
yaitu Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah dan al-Muharam serta Rajab yang berada antara
Jumadil (akhir) dan sya’ban".
Hanya saja masyarakat Jazirah Arab belum memiliki angka
tahun. Mereka tahu tanggal dan bulan, tapi tidak ada tahunnya. Biasanya, acuan
tahun yang mereka gunakan adalah peristiwa terbesar yang terjadi ketika itu,
misalnya kita mengenal istilah tahun gajah, karena pada saat itu, terjadi
peristiwa besar serangan pasukan gajah dari Yaman yang dipimpin oleh Raja Abrahah
yang bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah.
B.
Sejarah Pembuatan Kalender Hijriyah
1.
1. Latar Belakang Dibuatnya Kalender Hijriyah
Suatu ketika Abu
Musa Al-‘Asy’ari -rodhiyallaahu ‘anhu- yang kala itu sebagai gubernur
Bashrah menerima surat tak bertanggal dari Khalifah Umar bin Khottob -rodhiyallaahu
‘anhu-, maka beliau pun mengirim surat balasan dan mengatakan,
إِنَّهُ يَأْتِينَا
مِنْك كُتُب لَيْسَ لَهَا تَارِيخ
“Sungguh telah sampai kepada kami surat-surat dari anda
tanpa tanggal”
Karena kejadian
inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah menentukan
kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin. (Fathul
Baari, juz IIX hal. 268)
Sedangkan dalam
riwayat lain dikatakan, suatu ketika Umar bin Khottob -rodhiyallaahu ‘anhu-
mendapatkan sebuah cek bertuliskan dari fulan kepada fulan lain yang berutang
bahwa waktu pelunasannya di bulan sya’ban. Umar kemudian berkata,
أي شعبان ؟
أشعبان هذه السنة التي نحن فيها أو السنة الماضية، أو الآتية ؟
“Sya’ban yang mana? Apakah sya’ban tahun ini
atau tahun sebelumnya atau tahun depan?”
Kemudian
Beliau mengumpulkan para sahabat untuk diajak bermusyawarah menentukan sebuah
penanggalan agar manusia dapat mengetahui waktu pelunasan hutang-hutang mereka
serta perkara-perkara lainnya. (Al-Bidayah wan Nihayah, Juz III hal 251.
2.
2. Penetapan Patokan Tahun dan Awal Bulan
As-Suhaili
menyebutkan bahwa para sahabat memulai penanggalan dengan hijrah Rasulullah -shallallaahu
‘alaihi wa sallam- dari firman
Allah,
لَمَسْجِدٌ
أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ
“Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At
Taubah : 108)
Sebagaimana diketahui
bahwa hari itu tentulah bukan hari pertama. Namun dia disandarkan kepada
sesuatu yang tersembunyi yaitu awal waktu dimana islam menjadi agung, didalamnya
terdapat penyembahan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- kepada Tuhannya maka dimulailah pembangunan
masjid dan para sahabat menyepakati bahwa hari itu adalah awal penanggalan.
Kita memahami dari apa yang dilakukan para sahabat bahwa firman Allah “sejak
hari pertama” adalah awal penanggalan islam, demikian katanya. Dan yang
langsung bisa difahami dari makna,”sejak hari pertama” adalah masuknya Nabi dan
para sahabat ke Madinah -wallaahu a’lam-. (Fathul Baari, Juz XII hal.
268)
Adapun penanggalan
dari Robiul Awal menjadi Muharram dikarenakan munculnya tekad untuk berhijrah
itu sudah sejak bulan Muharram ketika baiat terjadi disaat Dzulhijjah dan ini
adalah permulaan hijrah. Dan hilal yang muncul pertama setelah baiat dan tekad
untuk berhijrah adalah hilal bulan Muharram maka tepat untuk dijadikan sebagai
permulaan penanggalan.
Ibnu Hajar
menyebutkan saat mereka berselisih didalam penentuan penanggalan itu, Umar
mengatakan, ”Hijrahlah yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan maka
mulailah penanggalan darinya.” Dan peristiwa ini terjadi ditahun 17 H. Tatkala
para sahabat bersepakat dengan hijrahnya Rasulullah sebagai penanggalan lalu
ada yang mengusulkan, ”Mulailah dari bulan Ramadhan.” Maka Umar mengatakan, ”Akan
tetapi mulailah dari bulan Muharam karena ia adalah bulan pulangnya manusia
dari haji dan para sahabat pun setuju.”
Didalam riwayat
Hakim dari Said bin Musayyib disebutkan bahwa Umar bertanya mengenai awal hari
dimulainya penanggalan, maka Ali berkata “dari hari Rasulullah berhijrah dan
meninggalkan negeri kesyirikan” maka Umar pun melakukannya.
Ibnu Abi Khoitsamah
meriwayatkan dari jalur Ibnu Sirin, ketika hijrahnya Nabi disepakati sebagai
awal tahun, Umar menanyakan kepada peserta musyawarah, “dari bulan apa kita
memulainya?” Sebagian mengatakan, ”Dari bulan Rajab.” Ada yang mengatakan,
”Ramadhan.” Maka Utsman mengatakan, ”Mulailah penanggalan dari bulan Muharram
karena ia adalah bulan haram dan dia adalah awal tahun dan pulangnya manusia
dari haji.” Dia menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 17 H tapi
ada juga yang mengatakan tahun 16 H dibulan Robiul Awal.
Dari sejumlah data
diatas maka yang mengusulkan agar penanggalan dimulai dari bulan Muharram
adalah Umar, Utsman dan Ali –rodhiyalloohu ‘anhum-.” (Fathul Baari, Juz
VII hal. 268-269)
C.
Kesimpulan dan Saran
Orang-orang Arab pada zaman silam telah menggunakan kalender
qamariyah, namun mereka tidak memiliki penomoran tahun. Kemudian pada pada masa
pemerintahan kholifah Umar bin Khottob -rodhiyallaahu ‘anhu- pada tahun
16 H, Beliau mengumpulkan para sahabat yang lain untuk bermusyawarah merumuskan
kalender hijriyah, dan disepakatilah bahwa patokan penanggalan kalender
hijriyah adalah hijrahnya Nabi -Shollalloohu ‘Alaihi wa Sallam- dari
Makkah ke Madinah dan disepakati juga bahwa awal bulan hijriyah adalah
Muharram.
Begitu semangatnya para pendahulu umat islam melakukan
inovasi-inovasi untuk memudahkan umat islam dalam bermuamalah, sisanya adalah
bagaimana umat ini menyikapi jasa para pendahulu yang telah menganugrahkan
karya besar terhadap umat islam. Jika ingin menyikapinya dengan cara menjadi penerus yang baik, maka marilah kita
semua menghargai jasa dan pengorbanan para pendahulu dengan kembali ke sistem penanggalan islam yaitu
kalender hijriyah.
الله أعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar