Ditulis oleh: Najmuddiin Dliyaaulhaq
Umat
Islam adalah umat yang menjunjung tinggi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dan
tentunya semua itu didasari dengan landasan yang kuat sebagaimana Rasulullah
bersabda:
عن أبي عبد
الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله
عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول )) :بني الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله ، وأن محمدا رسول
الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم رمضان ((رواه البخاري ومسلم .
Artinya:
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma,
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Islam dibangun di
atas lima (tonggak),: mentauhidkan (mengesakan) Allah, menegakkan shalat,
membayar zakat, puasa Ramadhan, dan hajji”. Seorang laki-laki mengatakan: “Haji
dan puasa Ramadhan,” maka Ibnu Umar berkata: “Tidak, puasa Ramadhan dan haji,
demikian ini aku telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
”.[H.R Bukhari-Muslim]
Sebagaimana Islam yang maju,
selayaknya pendidikan dalam mengamalkan
hadits di atas sangatlah perlu. Namun kenyataanya saat ini banyak kita jumpai
keluarga dan masyarakat yang meremehkan pendidikan dalam mengamalkan hadits
tersebut. Seperti yang telah kita ketahui dari hadits di atas, bahwa Rasulullah menyebutkan shalat sebagai landasan kedua Agama Islam. Maka
kelalaian dalam mendidik dan mengajak anak-anak untuk shalat sangat
disayangkan. Karena mereka adalah
penerus generasi yang akan terus mengibarkan
panji-panji Islam, dan memakmurkan bumi Allah. Lalu bagaimana bumi yang diamanatkan Allah kepada manusia bisa makmur apabila landasan kehidupan yang
Allah perintahkan tidak
ditegakkan dan diajarkan dengan sebaik-baiknya?
Dalam
banyak kasus yang penulis sering temukan, banyak sekali anak-anak yang
bermain-main bahkan melalaikan shalat mereka. Dan dari banyak hal itu penulis
menyimpulkan beberapa penyebab yang mengakibatkan hal-hal disebutkan tadi.
Lingkungan
keluarga menjadi faktor utama dalam hal ini. Karena banyak keluarga yang
kurang memperhatikan urusan ibadah dan religiusitas dalam pendidikan anak-anak
mereka. Bahkan tidak sedikit orang tua yang enggan pergi bersama anak-anak
mereka ke masjid. Dan seringkali banyak kita temui anak-anak pergi ke masjid
sedangkan orang tua mereka tidak. Padahal Allah befirman dalam Al quran:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ
وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ
ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦(
Artinya:
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(66:6)
Sesuai
dengan perintahh yang terkandung dalam ayat di atas, yaitu untuk menjaga
keluarga kita dari api neraka, tentu sudah
seharusnya bagi kita untuk menjaga shalat kita, memperhatikan urusan ibadah
anak-anak kita, keluarga kita.
Penyebab
berikutnya adalah lingkungan sekolah yang terkadang kurang atau bahkan tidak
sama sekali memperhatiakan aspek religiusitas peserta didik di sekolah
tersebut. Akibatnya banyak generasi muda Islam yang sangat terbatas pengetahuan
mereka tentang Islalm.
Penyebab
lainnnya yang juga berpengaruh adalah bersiakp acuhnya masyarakat (terutama
yang paham urusan agama) terhadap fenomena-fenomena seperti ini. Contoh
konkretnya adalah sikap acuhnya sorang jamaah masjid terhadap anak-anak yang
bermain-main di dalam shalat berjamaah. Seoalah-olah menegur anak-anak yang
bermain-main ketika shalat bukanlah tanggung jawabnya. Padahal Allah telah
mengingatkan kita untuk mengajak kepada kebaikan, walau hanya dengan teguran
ringan ketika mengingatkan anak-anak yang bermain di dalam shalat berjamaah.
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٌ۬
يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ
ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٠٤(
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (3:104)
Mengajak
sekaligus mendidik untuk tidak bermain-main ketika shalat tentunya sebuah
kebaikan. Maka perlu lah ada beberapa orang untuk mengawasi dan senantiasa
mengingatkan mereka untuk tidak bermain-main dalam urusan beribadah. Lalu
bagaimana cara atau solusinya?
Langkah
pertama adalah bersiakp tegas kepada mereka (anak-anak) yang meremehkan ibadah
apalagi bermain-main di dalamnya. Kemudian memberikan konsekwensi untuk
memperbaiki kesalahan mereka. Tentunya konsekwensi ini adalah konsekwensi yang
mendidik. Bukanlah hukuman yang akan menimbulkan rasa sakit secara fisik maupun
batin. Karena dalam pendidikan tentunya hal-hal yang berakibat demikian
sangatlah tidak dianjurkan terlebih dalam menghadapi anak-anak.
Maka,
berkaitan dengan anak-anak yang bermain di dalam shalat tentunya Rasulullah
telah memberikan contoh kepada umatnya di dalam hadits berikut:
عن أبي هُرَيرةَ - رضي الله عنه
-: أنَّ رجلاً دخل المسجد فصلَّى ورسولُ الله - صلَّى الله عليه وسلَّم - في ناحية
المسجد، فجاءَ فسلَّم عليه، فقال: ((وعليك، ارجع فصلِّ؛ فإنَّك لم تُصلِّ بعدُ))،
فرجع فسلَّم عليه، فقال: ((ارجعْ؛ فإنَّك لم تُصلِّ بعدُ))، فقال في الثالثة:
فعَلِّمني يا رسولَ الله، فقال: ((إذا قُمتَ إلى الصلاة، فأسْبِغ الوضوء، ثم
استقبل القِبلة فكَبِّر، ثم اقرأ بما تيسَّر معك مِن القرآن، ثم اركعْ حتى تطمئنَّ
راكعًا، ثم ارفعْ حتى تعتدلَ قائمًا، ثم اسجدْ حتى تطمئنَّ ساجدًا، ثم ارْفعْ حتى
تستوي قائمًا - أو قال: قاعدًا - ثم افعلْ ذلك في صلاتك كلِّها(( رواه البخاري ومسلم
Artinya:
Dari Abu hurairah berkata bahwa: ada
seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid di waktu Rasulullah SAW sedang duduk(di
pinggiran masjid). Lalu orang itu melaksanakan shalat. Setelah itu ia memberi
salam kepada Rasulullah SAW., tetapi Nabi menolaknya seraya bersabda, “Ulangi shalatmu, karena (sesungguhnya) kamu belum shalat!”
Kemudian lelaki itu mengulangi shalatnya. Setelah itu
ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah, tetapi Nabi SAW menolaknya
sambil berkata, “Ulangilah shalatmu, (sebenarnya) kamu belum
shalat!”
Laki-laki itu pun mengulangi shalat untuk ketiga
kalinya. Selesai shalat ia kembali memberi salam kepada Nabi SAW. Tetapi
lagi-lagi beliau menolaknya, dan bersabda, “Ulangilah shalatmu, sebab kamu
itu belum melakukan shalat!”
“Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar wahai
Rasulullah, Inilah shalatku yang terbaik. Sungguh, aku tak bisa melakukan lebih
dari ini, maka ajarkanlah shalat yang baik kepadaku,” tanya
lelaki itu.
“Apabila kamu berdiri (untuk melakukan) shalat,
hendaklah dimulai dengan takbir, lalu membaca ayat-ayat Al Qur’an yang engkau
anggap paling mudah, lalu rukuklah dengan tenang, kemudian beri’tidallah dengan
tegak, lalu sujudlah dengan tenang dan lakukanlah seperti ini pada shalatmu
semuanya.” (HR. Bukhari-Musllim)
Dari hadits di
atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak tuma’ninah dalam
mendirikan shalat saja Rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk mengulangi
shalatnya hingga benar, apalagi bila dilaksanakan dengan bermain-main. Maka
hendaknya kita ingatkan dan kita didik anak-anak (8 tahun ke atas) di
sekeliling kita (walaupun bukan anak kita dan bukan keluarga kita) yang masih
bermain-main di dalam shalatnya untuk mengulangi shalat mereka.
Allahu a'lam bisshawaab
Ditulis berdasarkan pengalaman penulis mengajar di MI Muhammadiyah Klopogodo

Tidak ada komentar:
Posting Komentar